Jumat, 30 Oktober 2015

MELAWAN BANGSA SENDIRI



Bangga menjadi bangsa Indonesia merupakan suatu yang mutlat bagi saya. Kekuatan dan persatuan yang luar biasa dari beraneka ragam suku bangsa. Keistimewaan lainnya adalah keanegaragaman adat istiadat, serta kekayaan alam yang berlimpah. Asas tolong menolong, kerja sama dan musyawarah menjadikan Negara Indonesia semakin kaya. Untuk itu, Negara Indonesia diprediksi menjadi Negara yang kuat di masa yang akan datang.
Tentu, menjadi Negara yang diprediksi kuat di masa yang akan datang, menimbulkan ketidaksukaan, kebencian dan keserakahan bagi beberapa bangsa lain di dunia. Mereka tidak ingin Negara kita menjadi Negara yang maju, kuat dan berdaulat. Berbagai langkah ditempuh. Ini salah satu, prediksi saya selaku penulis. Nyata memang, bahwa kita telah disusupi beberapa tindakan yang tak tampak dan itu merupakan salah satu bentuk perang. Perang bukan hanya dalam bentuk fisik tetapi bisa dilakukan secara terselubung dalam bentuk yang lain.
Salah satu contohnya adalah, perang adu domba. Bangsa Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa dan kebudayaan begitupun agama yang heterogen, mudah diserang dengan cara adu domba. Cara yang tampak menurut saya adalah dengan menghembuskan isu SARA.
Dunia teknologi yang sudah tak terbendung merupakan alat yang mudah digunakan dan diakses untuk menghembuskan atau melontarkan isu-isu tersebut. Sudah banyak contoh, dari hanya hembusan menjadi bentuk prilaku, dengan membakar tempat ibadah umat agama lain. Perang status di postingan di dunia maya, hingga keributan terjadi.
Tentu,bukan ini yang kita harapkan. Karena sesungguhnya jika ini berlangsung lama. Negara menjadi tidak aman. Kita merasa tidak nyaman di Negara sendiri. Kerusuhan sudah tentu akan terjadi, konflik di sana-sini.
Akan sangat sulit untuk memerangi bangsa sendiri. Untuk itu perlu pemahaman kita ke dasar Negara, yaitu Pancasila. Menanamkan kembali sikap cinta tanah air dan kebhinekaan yang ada di Indonesia. Apa kalian merasa bahwa kita mengarah ke perperangan dengan bangsa sendiri? Apa yang akan kalian lakukan?

Kamis, 08 Oktober 2015

Tenaga Sensor Film Pusat



Mengikuti seleksi tenaga sensor film di Lembaga Sensor Film merupakan pengalaman baru bagi saya. Betapa tidak, proses pendaftaran yang begitu singkat (Versi saya, karena info yang saya ketahui sudah dekat dengan deadline). Hanya 2 hari, saya harus mengurus tes kesehatan mata, SKCK dan sebagainya, begitupun dengan karya tulis yang telah ditentukan jumlah halaman dan temanya.
Tapi, hal itu juga yang membuat saya bersemangat. Menulis karya tulis merupakan salah satu hobby. Tema yang ditentukan, walaupun baru tetapi menjadi suatu tantangan untuk belajar hal baru.
Setelah menerima surat resmi, bahwa saya lulus dan mengikuti tahap selanjutnya yaitu wawancara. Ya… saya harus berangkat dari Bengkulu ke Jakarta, tepatnya ke gedung C Kementerian pendidikan dan Kebudayaan pada Oktober 2014 lalu.
Proses yang panjang, dan itu membuat saya pasrah dan lupa. Setelah tes wawancara pada tahun 2014, hingga pertengahan 2015 belum ada kabar. Ya, saya benar-benar lupa. Akhirnya pada 10 Agustus 2015, mendapat telpon dari sekretariat LSF (Lembaga Sensor Film) bahwa saya LOLOS!
Hingga saya tulis cerita ini, sayangnya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu, belum saya terima. Masih menunggu, dan entah sampai kapan. Hee..hee, proses menjadi tenaga sensor ini saya anggap sebagai bentuk tes kesabaran. Insha Allah, sangat bermanfaat.
Keterlambatan ini dikarenakan banyak faktor, terutama saat proses seleksi bersamaan juga dengan proses pergantian pemerintahan ke pemerintahan Pak Jokowi. Sehingga anggota LSF lama diperpanjang masa kerjanya hingga tahun 2015 ini.  
Oh ya mengenai LSF sendiri, teman-teman bisa mengunjungi ke web-nya langsung yaitu www.lsf.go.id atau mengikuti postingan saya di waktu-waktu yang akan datang.